Untuk mencapai obyek wisata ini tidaklah sulit. Bila berangkat dari kota Semarang kita naik bus jurusan Yogyakarta. Begitupun sebaliknya, bila dari Yogyakarta pilihlah bus ke Semarang. Lalu, turun di kota Ambarawa. Demikian pula bila menggunakan kendaraan pribadi. Tempuhlah jalur Semarang-Yogyakarta.
Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.
Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.
Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.
Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.
Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah.
Sesampainya di Ambarawa kita bisa langsung menuju ke Bandungan. Untuk yang berkendaraan umum tak perlu khawatir. Banyak angkutan pedesaan yang siap mengantar pelancong ke lokawisata tersebut. Mintalah turun di pertigaan Poli (toko Pauline). Di sini telah berjejer angkutan pedesaan tersebut. Namun, angkutan umum itu tak langsung membawa pelancong ke lokasi candi. Kita turun di pertigaan Gedong Songo. Kemudian perjalanan ditempuh dengan menggunakan ojek hingga tujuan.
Menjejakkan kaki di pelataran candi anganpun bisa melayang ke sebuah negeri khayalan. Bagaimana tidak? Kabut putih akan segera menyergap kita, meskipun kita masih berada di kaki candi. Belum lagi udara dingin yang menggigilkan sumsum. Kemudian, memandang ke atas akan terlihat gugusan sembilan candi yang berdiri megah berpencar.
Candi ini memang dibangun berpencar dan tersusun di atas bukit. Satu bangunan candi berdiri di atas lahan sendiri seluas sekitar 150 X 30 meter persegi. Bangunan candi berurutan. Candi pertama menempati lokasi paling bawah, kemudian berurutan naik dengan jarak bervariasi antara candi pertama, kedua dan seterusnya.
Letak candi tidak berdiri berurutan seperti anak tangga. Antara bangunan yang satu dengan yang lain terkadang berada dalam arah yang berbeda. Tapi, yang pasti, urutannya selalu naik ke atas. Otomatis, kita akan berjalan melingkar-lingkar jika hendak mencapai bangunan candi berikut. Sekadar saran, bila anda ingin mendaki menikmati keindahan sembilan candi ini baiknya anda mengambil jalan ke kiri setelah melewati gerbang lokawisata. Memang tak ada aturan untuk itu. Namun, dengan demikian pendakian menuju candi berikut akan terus berurutan.
Semakin tinggi kita mendaki matapun takkan lelah memandang. Di kanan-kiri jalan setapak, yang mulus diberi paving block, terlihat pemandangan alam yang indah. Pepohonan pinus terlihat menjulang di kejauhan dengan pucuknya yang seolah hendak menusuk awan-gemawan. Makin ke atas udara makin dingin namun sangat menyegarkan. Kabutpun terus melingkar-lingkar di sekitar kita.
Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.
Candi ini dinamakan Gedong Songo karena memang terdiri dari sembilan bangunan candi. Dalam bahasa Jawa, Gedong berarti bangunan dan Songo artinya sembilan. Dan, sesuai dengan urutannya candi ke sembilan berdiri anggun di puncak bukit.Menapaki bangunan candi dari urutan pertama hingga sembilan memberi kesan tersendiri di hati. Jalan yang mendaki berkelok, bangunan candi yang kokoh berdiri di ketinggian, udara yang sejuk, kabut tipis yang selalu melayang memberi kenangan eksotis yang tak terlupakan.
Konon bangunan candi yang ke sembilan ini melambangkan perjalanan akhir manusia mencapai kesempurnaannya. Bentuk bangunan candi bercirikan bangunan dari kerajaan Hindu Nusantara. Di mana setiap bangunan memiliki ruangan untuk tempat pemujaan.
Selain bangunan candi, ada obyek lain yang ditawarkan lokawista ini, yakni sumber air panas belerang. Menjelang puncak bukit terdapat beberapa titik sumber air panas yang berbentuk kolam-kolam kecil. Pengunjung bisa istirahat di sini, sambil menikmati pemandangan sekitarnya yang hijau dan dingin basah.
Categories:
Seputar Ambarawa